Antara Enda Nasution Dan Ali Bin Abi Thalib
Akibat suka menulisi blog ini, aktifitas membaca saya pun mulai meningkat. Kalau dahulu membaca hanya sesekali saja sementara saat ini karena harus ada bahan tulisan yang harus segera ditanam pada blog ini, mau tak mau saya harus mau membaca. Membaca banyak hal. Kemudian mengungkit kekuatan pikir dan rasa untuk mampu menerjemahkannya kembali dengan kata-kata pribadi. Meski kadang jenuh dan kehilangan ide menulis, namun membaca akan memunculkan semangat baru dan gagasan pemicu. Membaca pun dilakukan setiap waktu. Misalnya membaca hari ini. Apa yang terjadi hari ini dalam kehidupan saya menjadi bahan bacaan utama.
Hari ini saya tidak hanya membacai hari lalu mengendapkan inspirasi. Namun, benar-benar membaca tulisan-tulisan di koran. Ada yang menarik. Koran Republika yang saya baca hari ini mengangkat profil Enda Nasution, yang terkenal dengan sebutan Bapak Blogger Indonesia. Jujur, saya masih sangat baru mengenal tokoh blogger muda ini. Dahulu pernah mengunjungi blognya namun hanya numpang lewat. Kemudian pula mendengar seorang sahabat hendak belajar blogging dengan Enda Nasution di sebuah “akademi blog”, hanya saja dibatalkan karena peserta tidak memenuhi quota. Saya tidak tahu apakah “akademi blog” itu masih ada atau tidak. Nah, akhirnya hari ini saya menyimak pemikirannya lagi dalam wawancaranya dengan Republika.
Ada banyak poin menarik dalam wawancara tersebut. Salah satunya adalah ketika Republika bertanya mengenai adanya anggapan, ‘mengapa mesti menyimak orang yang tak punya kompetensi’ di blog? Menurut Mas Enda, pada prinsipnya internet membuka para nobody untuk berbicara dan berpendapat. Buat pakar ini sesuatu yang menyebalkan. Untuk semua jurnalis, ini pasti sebuah gangguan, begitu juga untuk para professor. Didunia akademis kan tidak sembarang orang bisa menerbitkan suatu karya tulis. Tiba-tiba out of nowhere ada orang yang menulis dan dibaca dunia. Itu revolusioner, dan kita tak lagi mendengar siapa yang bicara, tetapi fokus pada ide dan nilainya.
Kalimat terakhirnya tersebut mengingatkan saya pada kata-kata Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Beliau pun pernah berkata “Perhatikan saja apa yang dibicarakan, jangan memperhatikan siapa yang mengatakan”. Sebuah kalimat yang menyadarkan kita untuk senantiasa bersikap objektif pada sebuah pendapat. Sebuah kalimat yang juga bersahabat erat dengan kalimat yang bertutur “don’t judge a book by the cover”.
Dahulu saya sempat berpikir kurang percaya diri apakah tulisan saya pantas diterima publik lewat blog. Karena saya nggak mau menulis di blog hanya seperti buku curhat yang sangat pribadi. Kata-kata Bung Enda tersebut membuat saya tambah bersemangat untuk menulis dan berpendapat. Demikian saya yang tidak pakar dalam sebuah hal, berusaha menulis dan disebut kita semua punya hak meski bukan seorang pakar, bukan seorang akademisi dengan gelar tinggi, bukan pula selebriti.
Lebih dari itu semua Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan juga Bung Enda Nasution pada tempat dan waktu yang berbeda telah mengajarkan kepada kita bahwa semestinya memang kita harus saling menghormati pendapat, tentunya pendapat yang baik dan tidak sembarangan.
O iya, ada satu lagi tentang Bung Enda, visinya didunia blog didasari keyakinan bahwa setiap orang punya harga, bernilai, dan karenanya layak untuk berbagi dengan siapapun. Maka pada sahabat-sahabat blogger yang telah berkunjung dan meninggalkan jejak komentarnya, saya ucapkan terimakasih, telah berbagi. Semoga Alloh Ta’ala senantiasa merahmati. Aamiin.
–
Pertama kali diposting pada 22 April 2009