Ferdian Adi

Jurnal Makna dan Inspirasi

Até Logo! Timor Leste – Touchdown Indonesia!

Minggu 3 Agustus 2014

Setelah meeting dengan Asian Development Bank kemarin di Dili terlaksana, praktis koordinasi efektif selanjutnya saya harus lakukan dengan Comve Unipessoal Lda. Pada tanggal 2 Agustus 2014 kami lanjutkan koordinasi dengan beberapa personil dan memastikan hasil yang kita bahas ini ditindak lanjuti pada pekan awal di bulan Agustus 2014 ini. Tenggat waktu kita cukup pendek hingga September 2014.

Setelah segala sesuatunya kami mantapkan, saya masih dibingungkan persoalan kembali ke Indonesia. Hingga tanggal 2 Agustus sore belum ada kepastian tentang tiket saya dari Dili ke Denpasar menggunakan Sriwijaya Air. Satu-satunya maskapai yang memfasilitasi perjalanan dari Timor Leste ke Indonesia. Kabarnya Garuda akan segera membuka rute dari Indonesia ke Timor Leste, namun rencana ini belum pasti. Sementara, sejak awal tahun Merpati telah menghentikan layanannya karena manajemen buruk yang membangkrutkan seluruh penerbangan maskapai ini.

Patung Presiden Kedua Dili Nicolao Lobato
Patung Presiden Kedua Dili Nicolao Lobato

Saya mulai mencari informasi mengenai jalur darat melalui beberapa blog yang cukup menarik. Semenarik cerita mereka melakukan perjalanan darat tersebut. Tetapi melihat waktu tempuh yang lumayan panjang saya agak bimbang juga. Terlebih lagi Pak Juvenal menceritakan betapa tidak menyenangkannya pengalaman dia naik travel dari Dili-Atambua-Kupang. Dia habiskan waktu sekitar 12 jam dalam perjalanan tersebut. Meski berhenti di beberapa tempat, tetap sangat tidak nyaman harus berada dalam mobil L300 sempit dengan kaki yang tidak bisa diluruskan.

Ada yang lebih menarik jika kita mungkin bisa ke perbatasan naik motor. Lalu sambung lagi naik ojek ke Atambua, lalu naik bus lagi ke Kupang. Pun sama waktunya, hanya lebih bisa menikmati perjalanan. Sangat menarik konsep backpacking ini. Tetapi sekali lagi mungkin bukan saat ini. Waktu saya tidak banyak dan harus masuk Hari Senin tanggal 4 Agustus. Pak Juvenal dan kawan-kawan di Dili tidak ingin saya kelelahan di jalan serta mengkhawatirkan saya. Mereka menyarankan saya untuk menunggu keesokan harinya tanggal 3 Agustus, yaitu pesawat yang akan ditumpangi Pak Wakid rekan saya yang telah memiliki tiket.

Mereka mengusahakan rekanan agensi mereka di dalam bandara Nicolau Lobato untuk bisa mengusahakan informasi tiket tersedia. Namun, mereka pun belum bisa memastikan. Sementara hari sudah malam, saya juga sudah tidak punya waktu untuk melakukan booking travel. Ah, sudahlah. Saya pasrah saja. Saya putuskan untuk mengikuti saran itu dengan berdoa semoga benar adanya ada tiket tambahan yang bisa dipakai.

Pagi ini, tanggal 3 Agustus pun saya masih belum dapat kepastian tiket. Saya tetap enjoy saja, bangun dan mempersiapkan diri. Sekitar jam 09.00 pagi kawan-kawan dari manajemen Comve UniPessoal Lda. datang ke penginapan saya di Carla Mansion dan kembali mendiskusikan kelengkapan data dan proses project kami. Sembari memberikan informasi beberapa project potensial baru yang kelak bisa kami garap. Alhamdulillah.

Sekitar 90 menit kemudian, kami bergegas ke Bandara. Menemui beberapa agensi disana. Mereka meminta nama lengkap saya. Masuk sebentar, lalu keluar lagi. Salah satunya mengatakan. Jika kelas ekonomi dia tidak bisa memastikan. Namun jika kelas bisnis, dia bisa cetak segera. Alhamdulillah….

menunggu tiket dili denpasar
menunggu tiket dili denpasar

Pak Juvenal menyarankan dengan sangat kepada saya untuk segera mengambil tiket tersebut. Selisih dengan kelas ekonomi hanya US$50. Daripada ada orang lain lagi yang mengambilnya. Karena selain saya ada 8 orang lain yang menghendaki tiket pada hari ini juga. Segera saya serahkan uang senilai harga tiket tersebut, biaya Airport Tax senilai US$10 dan Passport saya.

Ticket-AirportTax-Passport
Ticket-AirportTax-Passport

Saya tinggal duduk menunggu dan agensi rekanan Pak Juvenal tersebut membantu proses semuanya. Sekali lagi Alhamdulillah….

Saya sangat berterimakasih kepada kawan-kawan Comve yang telah membantu sedemikian rupa. Akhirnya kami harus berpisah kembali. Meski tetap dalam waktu dekat ini koordinasi intensif harus tetap kami lakukan. OBRIGADO AMIGO!

Ferdian Adi – Juvenal de Jesus -Marcos Baretto

The Flight!

Saya dan Pak Wakid masuk ke ruang tunggu dengan semangat, duduk dan menunggu sebentar. Disebelah kami ada seorang wanita muda. Ternyata asli Semarang dan ke Dili dalam rangka bertemu suaminya yang juga seorang professional di sebuah perusahaan kontraktor Timor Leste. Memang beberapa kali saya bertemu dengan kawan-kawan dari Indonesia yang menjadi profesional, consultant atau trainer disini. Kebutuhan akan tenaga ahli sangat tinggi disini.

Tidak lama, kami dipersilahkan naik ke pesawat. Saya masuk ke pesawat dan dengan mudah menemukan tempat duduk saya karena memang kelas bisnis terletak di seat terdepan. Hanya ada 8 seat di kelas bisnis di penerbangan SJ271 ini. Saya bertemu dengan wanita asing paruh baya yang telah duduk terlebih dahulu di sebelah seat saya. Saya tersenyum dan mengucapkan ‘excuse me’ sebelum meletakkan ransel saya pada bagasi di atas kepalanya.

Dia menyapa ramah,

“ Hello, are you here?”, sambil menunjuk seat disebelahnya.

Saya menjawab mantap, “Yup, that’s right Ma’am”. Dia lalu mempersilahkan saya. Mengalirlah pembicaraan kami berdua. Awalnya kami berbincang dengan Bahasa Inggris, namun begitu tahu saya ke Yogyakarta dia lalu berbicara Bahasa Indonesia dengan fasih.
Barbara namanya. Dia wanita berkebangsaan Amerika dan berkewarganegaraan Indonesia. Dia punya rumah di Solo dan Yogyakarta. Suaminya tinggal di Jalan Nagan, dalam lingkaran keraton Yogyakarta. Hahaha, what a coincidence! Cuma 5 menit dari kantor saya di Jalan Patangpuluhan, Yogyakarta. Dia pun akan menemui suaminya di Jalan Nagan, sebelum ke Solo.

Sebelum pesawat mulai berjalan dilandasan, saya bertanya bekerja di mana ibu Barbara ini. Dia menjawab agak bingung juga. Karena dia diminta sebagai tenaga ahli yang menguji di beberapa industri dan pertambangan. Dia pun tidak begitu memahami siapa yang meminta langsung, karena ada beberapa jenjang kontraktor dan sub-kontraktor yang mungkin berada di belakang project tersebut, termasuk Kementrian Timor Leste mana yang mengundangnya. Hahaha, what a coincidence again! Dia pun seorang tenaga ahli dan konsultan.

Sesaat kami terdiam, menikmati pesawat bergerak cepat di landasan dan tinggal landas. Saya melihat dari jendela seat saya, betapa biru laut Timor Leste ini. Apalagi setelah tinggal landas, pilot melakukan manuver berbelok dan pesawat agak miring sekian derajat. Maka saya menyaksikan keindahan bentangan pasir putih dan biru lautan yang bertemu penuh cinta. Permukaan lautan pun hanya berombak kecil dan lembut. Mungkin bukan surga bagi para surfer, tetapi nirwana bagi saya pecinta romantika dan kedamaian.

sky of Timor Leste
sky of Timor Leste

Ibu Barbara kemudian membuka pembicaraan kembali. Dia menanyakan pekerjaan saya dan dalam rangka apa saya di Timor Leste. Kami saling bertukar cerita sedikit. Sebenarnya saya ingin mendengar ceritanya lebih banyak. Bisa jadi banyak pengalaman berharga dia yang bisa saya ambil saripati inspirasinya. Saya yakin dia cukup lama malang melintang sebagai professional. Cuma, sepertinya dia sedang kelelahan. Saya kemudian bertanya apakah dia capek. Dengan tegas dia mengatakan bahwa dia sangat lelah. Secara etika saya menghormati dan tidak ingin mengganggunya. Saya persilahkan dia istirahat. Terakhir saja dia curcol, bahwa pembantunya di Solo pulang mudik Idul Fitri dan tidak akan kembali lagi. Dia pusing katanya cari pengganti.

Hahaha, saya tertawa dalam hati. Ternyata ibu-ibu bule ini mengalami common problem yang dihadapi sebagian ibu-ibu di Indonesia pasca Idul Fitri. Saya membayangkan, kadang bukan hanya persoalan rupiah yang membuat pembantu tidak betah. Bisa jadi dia moody, majikannya terlampau rewel atau mungkin bapaknya telah mengultimatum untuk segera kawin di kampungnya…entahlah..hahahaha, semoga suaminya orang baik-baik….(nah lho, apa urusannya?hihihi)

Saya lihat ibu Barbara terpejam saja. Saya biarkan pikir ini mengembara pada ketinggian 34.000 kaki diatas permukaan laut. Menatap biru langit cerah dan awan-awan berderet rapi lagi tenang. Sesekali saya biarkan ballpoint saya bergerak cepat diatas kertas melukiskan berbaris-baris kata di kepala dan jiwa. Sebagai catatan perjalanan sementara, sebelum anda baca di blog saya wahai pemirsahhh……

Lamunan saya terputus ketika Kapten Pilot penerbangan ini memberikan beberapa informasi menjelang mendarat di Ngurah Rai dan seorang pramugari cantik dalam balutan uniform merahnya menyapa saya. Dia mengambil gelas apple juice dimeja seat saya. Lalu meminta saya melipat kembali meja tersebut karena pesawat segera mendarat. Dia berterimakasih sambil tersenyum manis, semanis apple juice dalam gelas yang telah saya tandaskan itu.

Saya lemparkan kembali pandangan ke jendela, menghela nafas panjang, bersyukur satu perjalanan saya lalui lagi. Ini perjalanan saya yang kesekian kali selama dua tahun terakhir ke beberapa tempat di Indonesia, Malaysia dan Timor Leste. I feel really grateful dan terus berharap untuk bisa bersujud ditempat-tempat lain di dunia ini. Semoga.

Note:

ATÉ LOGO! TIMOR LESTE – TOUCHDOWN INDONESIA! :

Até logo! dari Bahasa Portugis berarti Sampai Jumpa Timor Leste! Istilah Touchdown saya ambil dari salah satu film animasi kesukaan anak saya, “PLANES”. Ketika sebuah pesawat mendarat, kawannya akan bilang “TOUCHDOWN!” 😀

Pertama kali diposting pada 3 Agustus 2014

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *