Hidup Itu Seperti Menanam Cengkeh Dan Menggali Sumur
Sebelum Pengajian
Beberapa malam yang lalu, saya diundang mengikuti pengajian dibelakang kantor tempat saya bekerja. Rupa-rupanya saya datang lebih awal. Sehingga baru ada tuan rumah yang mengundang dan keluarga besarnya. Sambil menunggu jamaah lainnya dan pengajian itu dibuka, saya duduk di teras samping rumah berbincang dengan salah satu anggota keluarga. Pak Wayan namanya.
Sesuai dengan namanya, beliau memang dari Bali. Cuma karena sudah belasan tahun atau dua puluh tahun lebih mungkin tinggal di Yogyakarta, Pak Wayan pun nampak lebih “njawani”. Sudah blended dengan budaya Jogja. Sebenarnya dahulu saya pun pernah berbincang panjang lebar dengan beliau. Seingat saya saat itu sungguh asyik perjalanan sejauh kira-kira 27 kilometer kita bisa ngobrol diatas sepeda masing-masing bersebelahan dari Kota Yogyakarta, sampai berhenti di hamparan pasir Pantai Parangtritis. Banyak makna, sayang saat itu tidak saya tuangkan sebagai karya di jurnal inspirasi ini.
Pengajian yang diadakan malam ini adalah sebagai hikmat yang dilakukan oleh keluarga bapak Wayan atas meninggalnya ayahanda mereka. Oleh karenanya Pak Wayan membuka perbincangan kita dengan usia yang sudah kita lalui.
Dahulu sebagai wirausahawan muda, ia pun memiliki semangat yang memuncak dan berusaha memaksimalkan waktu dan tenaga berakselerasi dalam bisnis. Saat ini di usia yang sudah 42, Pak Wayan mengatakan harus berpikir lebih dalam soal hidup. Ada keseimbangan yang sudah layaknya diperjuangakan. Tidak lagi hanya ambisi dan emosi. Apalagi fisik yang sejatinya punya hak-hak khusus atas rehat yang semestinya juga menjadi prioritas. Meski memang keinginan untuk mencapai puncak-puncak terbaik dalam hidup menjadi hasrat yang tidak bisa dipadamkan.
Pak Wayan memiliki 9 Swalayan yang cukup populer disekitaran JL. Patangpuluhan Yogyakarta dan Kecamatan Kasihan, Bantul. Bagi anda yang mungkin tinggal disekitar wilayah tersebut saya pikir kenal dengan brand Mediko Swalayan. Bagi saya, menyenangkan bisa berbicang dengan pribadi wirausahawan berpengalaman seperti beliau. Saya mendengarkan dan dan sesekali menimpali apa yang beliau sampaikan. Saya berusaha menelusur makna lebih jauh bagaimana ia berproses selagi muda hingga kini.
Ia memulai mengelola Mediko sejak usia 27 tahun. Di usia tersebut ia menikah dan belum memiliki pekerjaan. Untung diterima sebagai menantu katanya. Belum memiliki pekerjaan karena memang ia berkali-kali gagal setelah mengikuti proses seleksi di berbagai instansi. Ia kemudian mengkaji, ternyata bisa jadi penilaian karakter dalam psikotest menyebabkan ia selalu gagal. Ia tidak memiliki karakter seorang pegawai yang bisa jadi dituntut konsisten, a routine person dan tidak cepat bosan. Maka ia memilih memulai dengan usaha yang dijalani sendiri.
Menanam Cengkeh dan Menggali Sumur
Perjalanannya memang tidak mudah. Namun demi menghikmati proses maka hal tersebut harus ditempuhnya. Pak Wayan menceritakan seperti neneknya yang petani cengkeh. Hidup itu seperti menanam cengkeh. Sebelum mengolah lahan, kita harus menentukan bibit terbaik yang ingin kita tanam. Setelah bibit terbaik kita temukan, kita olah lahan yang baik. Lahan yang memang kita nilai mampu untuk menumbuhkan bibit pilihan kita.
Setelah menetapkan lahan terbaik yang ingin kita tanam, maka proses mengolah secara seksama pun menjadi kemestian. Kita harus mau memupuk, mengairi, menghilangkan gulma dan hama serta tanaman pengganggu lainnya. Artinya ada proses holistik yang memang harus kita jalankan. Proses yang benar, tepat dan terprogram. Baru kita berharap adanya kemungkinan bisa panen. Baru kemungkinan. Karena faktor X juga berpengaruh.
Tafsirnya adalah kita harus menetapkan diri semenjak awal. Apa potensi terbaik yang kita miliki. Apa bibit yang memang akan kita tanam nantinya dan apa tujuan terbesar yang ingin diraih. Setelah menetapkannya, kita juga harus memilih yang terbaik dimana kita bisa mengeksekusinya. Sehingga setelah kita menetapkan tujuan dan menghendaki sebuah pencapaian maka ada konsekuensi logis mengenai proses yang harus ditempuh. Ada tahap-tahap yang harus diikuti dengan seksama dan baik. Setelah itu harapan atas keberhasilan mencapai tujuan bisa dijadikan sandaran.
Kebanyakan orang tidak mudah untuk bersabar dan konsisten dengan pilihan. Mudah terganggu dengan tawaran-tawaran yang lebih menjanjikan dan meninggalkan proses yang baru separuh jalan.
Ibarat orang yang membuat sumur maka tujuan dia pastinya adalah mendapatkan sumber air yang melimpah, tidak hanya untuk dirinya dan bisa digunakan dalam waktu yang lama atau sepanjang masa. Ia menggali tanah baru satu atau dua meter dia berhenti. Ia lalu berpindah lokasi dan menggali lagi baru tiga atau empat meter ia kembali berhenti demikian seterusnya. Maka bisa jadi ia tidak akan pernah bisa menemukan sumber air tersebut.
Konsistensi
Keep moving. Itu pilihan Pak Wayan menempuhi perjalanan usahanya.
“Memang ini pilihan yang harus saya jalani mas”, ujarnya sambil tersenyum.
“Dan satu-satunya cara untuk konsisten dengan pilihan, adalah keep moving!”, tegasnya dengan mantap.
Tidak bisanya ia menjadi seorang pegawai di sebuah instansi adalah isyarat bahwa jalan yang harus ditempuhnya adalah berwirausaha. Itu pilihannya. Pilihan yang disikapi juga sebagai hikmah atas konsep psikologi yang mengatakan bahwa setiap dari kita adalah pribadi yang unik.
Dia menolak para motivator entrepreneur yang seringkali berteriak kepada audience-nya, anda semua bisa menjadi entrepreneur! Jika dia bisa berhasil, anda juga bisa melakukannya, anda sama! Maka dia adalah pembohong. Setidaknya kalimat tersebut untuk mendongkrak popularitas “bisnis ngomongnya”.
Bagi Pak Wayan dan saya juga sangat menyepakati, bahwa setiap orang terlahir sangat unik. Dia tidak bisa dipaksa atau bahkan memaksa dirinya untuk sama dengan yang lain. Dia tidak semestinya latah dengan keberhasilan atau apapun yang dianggapnya hebat dan merasa dirinya mampu melakukannya juga tanpa menilai, siapa dia sesungguhnya.
If you are born to be a great professional, why don’t you choose the path? Entrepreneur is not the only way..
Value dan Angen-angen
Ketika saya tanya apa rencana di tahun 2014 ini, Pak Wayan mengatakan ada banyak potensi. Ada peluang untuk mengembangkan bisnis di tahun ini, lebih mudah dan bisa jadi cash flow-nya lebih besar dari bisnis swalayan yang ditekuninya saat ini. Bisnis model investasi tanah terbaru yang sedang dipelajari memang sangat menarik baginya. Namun ia dan istri masih agak ragu. Saya tanya mengapa?
“Manfaat sosialnya hampir tidak ada mas Ferdi”, jawabnya.
“Bisa jadi kami mendapatkan uang jauh lebih banyak melalui bisnis tersebut, akan tetapi kami tidak bisa memberikan kesempatan kepada lebih banyak orang. Kalau bisnis swalayan ini kan lebih padat karya”, lanjutnya.
“Artinya bapak lebih memilih value daripada profit?”, saya menimpali.
“Ya..hidup kita itu tidak lama mas, mati itu tinggal menunggu waktu. Kalau hidup tidak mampu melakukan torehan bermakna, maka sia-sia rasanya hidup didunia”,
Plak! Seperti berasa ditampar saya untuk membangunkan kesadaran saya atas konsep luhur khairunnas anfa’uhum linnas: Manusia terbaik adalah dia yang paling bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya manusia lainnya.
Terakhir dia menceritakan, jika ia merasa nyaman dengan target yang sudah dicapai, melakukan proses itu-itu saja dan tidak menetapkan tujuan tertentu. Maka proses bisnis serba buyar dan tidak mencapai apapun. Tidak ada prestasi apapun.
Maka untuk pengembangan bisnis maka kita perlu angen-angen, menjadi a visionary enthusiast and memiliki affirmasi. Jika memiliki hal tersebut selalu, maka tujuan-tujuan besar bisa tercapai. Tinggal bagaimana berproses, berharap panen dan terus menggali sumur lebih dalam untuk mendapatkan sumber air yang melimpah, sebelum menggali sumur yang lain.
45 menit berlalu, saya dipanggil masuk karena pengajian sudah hampir dimulai. Dalam hati saya merasa agak resah belum berterimakasih kepada Pak Wayan. Atas makna-makna dalam yang bisa saya dapatkan. Maka rasa terimakasih ini saya tuangkan saja disini lewat tulisan. OK Pak, maturnuwun sanget.
—
Pertama kali diposting pada 15 Januari 2014